Wonogiri _ Dalam gerusan globalisasi pun, pondok pesantren tetap eksis dan konsisten menyuguhkan sistem pendidikan yang komprehenshif antara kekuatan fisik (jasmani) dan kebutuhan mental spiritual (rohani). Sehingga output pesantren adalah terbentuk manusia yang sholeh dan cerdas pemikirannya.
Pondok pesantren yang telah terbukti memainkan peran sekaligus memberikan kontribusi penting dalam mencerdaskan kehidupan umat Islam, lembaga yang menjaga dan menyiapkan santrinya kuat iman dan akhlaknya.
Hal tersebut di sampaikan Ka. Kankemenag Wonogiri, H. Subadi dalam acara Workshop Peningkatan Menejemen Pendidikan Pondok Pesantren, Kamis (23/11) di Hotel Diafan Wonogiri yang di ikuti pengasuh pesantren, Madin dan TPQ se Kabupaten Wonogiri.
“Kegiatan workshop ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada peserta untuk menambah wawasan pengelola Ponpes tentang manajemen dan sistem pembelajaran dan mengembangkan wawasan bagi peserta tentang pendidikan non formal” harapnya
Sejumlah tantangan dan harapan dalam pengelolaan Ponpes lanjutnya, membutuhkan kemandirian diarahkan pada manajemen lembaga pendidikan, perancangan kurikulum, pengembangan program, performansi akademik, dan pembinaan sumber daya yang ada. Pengembangan akuntabilitas diarahkan pada peningkatan kemampuan ponpes dalam pertanggung jawaban sosial serta jaminan mutu diarahkan pada peningkatan relevansi yang lebih tegas antara output yang dihasilkan pesantren dengan kebutuhan masyarakat.
Sedangkan Nara sumber KH. Dian Nafi Pengasuh Ponpes Al Muayyad Windan menggarisbawahi perlunya memperjuangkan pesantren tidak sekedar diakui sebagai lembaga pendidikan, tetapi sebagai sistem pendidikan. Sistem pendidikan yang beliau maksud adalah seluruh komponen pendidikan pesantren yang saling terkait terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan pesantren.
“Pesantren mengemban beberapa peran, utamanya sebagai lembaga pendidikan. Jika ada lembaga pendidikan Islam yang sekaligus juga memainkan peran sebagai lembaga bimbingan keagamaan, keilmuan, kepelatihan, pengembangan masyarakat dan sekaligus menjadi simpul budaya, maka itulah pondok pesantren” imbuhnya
Dalam melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat itu pesantren benar-benar mandiri dan lebih selektif pada lembaga penyandang dana dari luar masyarakatnya sendiri. Inovasi teknis terjadi di banyak masyarakat pesantren, tetapi inovasi sosialnya tidaklah begitu memenuhi harapan. Pengalaman itu menjadi latar belakang kritik atas wacana pengembangan masyarakat di pesantren. Jenis pengembangan masyarakat yang lebih menjadikan masyarakat pesantren sebagai pasar bagi produk asing menjadi sorotan tajam. Konsep pengembangan masyarakat pun diganti dengan pemberdayaan masyarakat. (Mursyid _ Heri)