Dalam sebuah pertemuan tematis Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah (Bakohumas) beberapa waktu lalu di Sumatera Selatan, sebuah permintaan sederhana, kecil dan terkesan remeh temeh diminta oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara. Namun, meski kecil dan sederhana, permintaan ini jelas memiliki makna dan peran yang sangat penting.
Menkominfo Rudiantara minta semua seluruh staf humas pemerintah dari Sabang dan Merauke memiliki akun media sosial. Sebuah permintaan yang mungkin bagi orang awam dinilai sangat sederhana dari seorang menteri. Namun, permintaan memiliki akun media sosial ini ternyata memiliki peran yang sangat besar. Menkominfo Rudiantara paham dan sadar bahwa pola komunikasi sekarang antara pemerintah dengan masyarakat sudah sangat jauh berkembang dan berubah, perkembangan teknologi informasi sangat pesat berkembang, masyarakat tak lagi hanya menggunakan media elektronik atau media cetak yang hanya satu arah namun sudah dua arah melalui media sosial.
Menteri Rudiantara juga meminta dengan memiliki akun di media sosial, humas pemerintah diharapkan bisa lebih aktif berkomunikasi dengan publik. Keterbukaan informasi yang melanda dalam satu dekade terakhir telah membuka keran kebebasan masyarakat untuk mengakses segala informasi yang ada. Akibatnya, pola komunikasi antara pemerintah dan masyarakat juga otomatis mengiringi. Kini masyarakat sudah tidak lagi takut untuk menyampaikan berbagai macam persoalan yang dialami. Mereka bisa langsung berinteraksi dengan pimpinan mulai dari level terendah hingga presiden. Disinilah peran strategis seorang humas pemerintah memegang peranan. Termasuk diantaranya dengan menyosialisasikan konsep revolusi mental yang menjadi program utama pemerintahan Jokowi.
Gerakan nasional revolusi mental ini harus benar-benar bisa meresap dan menginternalisasi di masyarakat. Salah satunya adalah dengan sosialisasi menyeluruh kepada publik melalui konsep Government Public Relation (GPR). Konsep ini sejatinya ingin membuat publik atau masyarakat bisa mengerti, memahami dan menyerap semua pesan dalam gerakan revolusi mental. Konsep GPR ini dilakukan dengan menyinergikan antara Kominfo dan Kementrian Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, dan Kantor Staf Kepresidenan. Sinergi lintas institusi ini diberi tugas mengolah informasi terkait gerakan nasional revolusi mental dalam bentuk agenda seting. Tujuannya adalah agar informasi yang disajikan, diberikan, disampaikan kepada masyarakat bisa semakin dimengerti,dipahami,dan diresapi.
Kita sadari bersama bahwa gerakan nasional revolusi mental harus dilakukan menyeluruh di seluruh lini kehidupan. Namun, ujung tombak dari semua itu adalah humas pemerintah. Humas pemerintah dituntut untuk bisa menyampaikan apa inti dari konsep revolusi mental dengan cara yang bisa dimengerti, dipahami,dan diresapi. Inilah tantangan yang harus dihadapi oleh setiap staf humas pemerintah.
AAGN Ari Dwipayana, Staf Khusus Bidang Komunikasi Politik dan Kelembagaan Kementrian Sekretariat negara setidaknya melihat dua tantangan besar dalam kerja humas pemerintah untuk menyukseskan gerakan nasional revolusi mental. Pertama, transformasi media. Kita ketahui bersama bahwa zaman sekarang saluran media sangat beragam. Tak hanya media cetak maupun elektronik, tapi juga media online dan media sosial. Kemajuan dan perkembangan teknologi informasi ini jelas menjadi tantangan bagi humas pemerintah. transparansi publik. Bentuknya yaitu tuntutan standarisasi yang tinggi dari masyarakat terkait layanan pemerintah. Semakin bagus pemerintah melayani masyarakat, semakin bagus pula citra pemerintah di mata masyarakat. Jika citranya bagus, program apapun akan mudah diterapkan pada masyarakat. Selanjutnya adalah tuntutan agar masyarakat dimudahkan untuk berdialog dengan pemerintah. Jika ini berhasil dilakukan, maka pemerintah dinilai mempunyai kedekatan dengan rakyatnya.
Jika semua itu bisa dilakukan, gerakan nasional revolusi mental tak hanya indah di atas kertas, tapi indah dalam praktek di lapangan. Dan, itu semua tergantung dari kerja seorang humas pemerintah sebagai ujung tombak pemerintah melancarkan serangan revolusi mental.
Revolusi Mental merupakan sebuah gerakan membangun karakter bangsa yang mengubah cara pikir menjadi lebih baik, mandiri, berkarakter dan nasionalis. Dalam gagasannya, Presiden Joko Widodo menegaskan Revolusi Mental sebagai gerakan yang menciptakan paradigma, budaya politik, dan pendekatan nation building. Gerakan ini disebut lebih manusiawi, sesuai dengan budaya nusantara, yaitu bersahaja dan berkesinambungan.
“Ini semua untuk memenuhi amanah konstitusi agar setiap rakyat Indonesia dapat mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat,” ujar Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani.
Ada tiga nilai dalam gerakan Revolusi Mental, yaitu:
1. Integritas (jujur, dipercaya, berkarakter dan bertanggungjawab)
2. Kerja keras (etos kerja, daya saing, optimis, inovatif dan produktif)
3. Gotong royong (kerjasama, solidaritas, komunal dan berorientasi pada kemaslahatan)
Strategi internalisasi ketiga nilai ini diterapkan melalui jalur birokrasi, lembaga pendidikan, kelompok masyarakat, sektor swasta, hingga ke seluruh lapisan masyarakat. Sektor pendidikan misalnya, bagaimana pemerintah akan terus memperkuat kurikulum untuk membangun integritas, membentuk etos kerja, dan semangat gotong royong.
Di sektor swasta salah satunya dengan memperkuat kemitraan antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar. Contoh lainnya yakni dengan mendukung inisiatif usaha kecil menengah dengan membuka pasar atau sentra yang menjual produk lokal yang inovatif, kreatif namun dengan harga terjangkau.
Terlepas dari semua, ketiga nilai Revolusi Mental ini sesungguhnya di beberapa daerah telah diterjemahkan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi seharusnya bukan sesuatu yang sulit dilakukan. Tengok beberapa kelompok masyarakat di daerah Lampung berhasil mengembangkan energi baru dari kotoran sapi, menggantikan peran gas.
Sementara di sektor pendidikan, pemerintah mencanangkan penumbuhan budi pekerti luhur melalui serangkaian kegiatan harian yang secara periodik wajib dilakukan oleh seluruh siswa dan warga sekolah.
Beberapa kegiatan yang akan dibudayakan dalam keseharian seluruh warga sekolah adalah menyanyikan lagu Indonesia Raya setiap akan memulai pembelajaran, membaca doa secara bersama-sama setiap akan memulai dan mengakhiri pembelajaran, dan dalam periode tertentu rutin melibatkan siswa dengan masyarakat sekitar lingkungan sekolah untuk melihat dan memecahkan masalah-masalah nyata di lingkungan tersebut. Program ini dilakukan sebagai upaya membudayakan nilai-nilai dan karakter positif di dalam diri.
Masih banyak lagi contoh konkret lainnya yang serupa. Ini dapat menunjukkan karakter masyarakat yang inovatif, mandiri, berdaya saing, berkarakter dan bertanggungjawab.
Perubahan masyarakat memang dimulai dari diri sendiri. Revolusi Mental ini adalah tanggung jawab masing-masing namun melihatnya sebagai bangsa. (di sarikan dari berbagai sumber)
H. Mursidi, S.Ag. MSI
(Pranata Humas Ahli Madya Kankemenag Wonogiri)