Wonogiri – Bupati Wonogiri Joko Sutopo bertindak sebagai Irup Upacara bendera peringatan Puncak Hari Santri Tingkat Wonogiri di gelar pada hari Minggu (22/10) bertempat Alun-alun Giri Krida Bhakti Wonogiri yang di ikuti kurang lebih 5 ribu santri dariberbagai penjuru kabupaten Wonogiri. Turut hadir dalam acara tersebut Wakil Bupati, Forkompinda, Kepala SKPD pimpina ponpes se kabupaten Wonogiri. Bupati membacakan pidato Ketua PB NU.
Menurut Bupati selepas Reformasi, kaum santri menjadi bandul kekuataan moderat sehingga perubahan konstitusi tidak melenceng dari khittah 1945 bahwa NKRI adalah negara-bangsa—bukan negara agama,bukan negara suku—yang mengakui seluruh warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, ras, agama, dan golongan.
Kenyataan ini perlu diungkapkan untuk menginsyafkan semua pihak, termasuk kaum santri sendiri, tentang saham mereka yang besar dalam berdiri dan tegaknya NKRI. Tanpa kiprah kaum santri, dengan sikap-sikap sosialnya yang moderat (tawassuth), toleran (tasâmuh), proporsional (tawâzun), lurus (i’tidâl), dan wajar (iqtishâd), NKRI belum tentu eksis sampai sekarang.
Di Temui setelah upacara Bupati Wonogiri, Joko Sutopo mengatakan, Pemkab berkomitmen dalam kerangka yang lebih luas untuk mendukung eksistensi ahlus sunnah wal jamaah. Salah satunya dengan mempersilahkan penggunaan pendapa kabupaten untuk kegiatan syiar.
Di sisi lain, dia mengingatkan, ada persoalan krusial yang harus dihadapi di era globalisasi. Menurutnya, zaman sudah berubah dan muncul paradigma baru, di mana terdapat pragmatisme pada ideologi-ideologi yang tidak selaras dengan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Apabila ahlus sunnah wal jamaah (Aswaja) tidak memperbaiki manajerial dan organisasinya, maka bisa dimungkinkan akan terjadi penggerusan. “Tetap konsisten pada Aswaja, tapi disesuaikan dengan perkembangan zaman,” terangnya. (Mursyi_Heri)